SEBARINDO.COM – Isu pengelolaan sampah seringkali menjadi persoalan bagi banyak daerah. Namun, tidak demikian halnya bagi Kota Cilegon, kota di ujung barat Pulau Jawa ini justru berhasil menyulap tantangan sampah menjadi daya tarik inovatif yang mengundang decak kagum sekaligus studi banding dari berbagai penjuru nusantara.
Terbaru, Pemerintah Provinsi (Pemprov) Jawa Tengah bersama Bank Indonesia (BI) Provinsi Jawa Tengah secara khusus menyambangi Cilegon. Kunjungan ini bukan sekadar silaturahmi, melainkan upaya konkret untuk mempelajari sistem pengelolaan sampah Cilegon yang dinilai telah berjalan efektif dan memberikan hasil yang positif.
Delegasi yang dipimpin oleh Kepala Biro Infrastruktur dan Sumber Daya Alam (SDA) Setda Provinsi Jawa Tengah, Eni Lestari, bersama Deputi Perwakilan BI Provinsi Jawa Tengah, Andi Reina Sari Hufoid, disambut oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Cilegon, Maman Mauludin, di Aula Setda II Kota Cilegon, Kamis (16/10/2025).
Dalam sambutannya, Maman Mauludin tak menyembunyikan rasa bangganya. Perhatian dari daerah lain, menurutnya, adalah validasi nyata bahwa upaya keras Pemerintah Kota (Pemkot) Cilegon telah membuahkan hasil.
“Tentunya kami merasa bangga dan bersyukur karena apa yang dilakukan Pemkot Cilegon mendapat perhatian dari daerah lain. Hal ini menjadi motivasi bagi kami agar dapat terus mengembangkan sistem pengelolaan sampah supaya menjadi lebih baik lagi ke depan,” ujar Maman.
Diterangkan dia, Kota Cilegon dengan populasi sekitar 483 ribu jiwa, menghadapi volume sampah harian yang masif, mencapai 350 ton per hari. Data komposisi sampah pun menjadi tantangan tersendiri: 48,57 persen organik, 40,45 persen nonorganik, 10,51 persen residu, dan sisanya 0,47 persen sampah domestik lain.
Namun, di tengah tantangan itu, Pemkot Cilegon memilih untuk tidak menyerah pada tumpukan limbah. Mereka menciptakan terobosan dengan mengubah sampah menjadi energi melalui teknologi co-firing batu bara.
“Saat ini volume sampah di Kota Cilegon sudah mencapai 350 ton per harinya,tentunya kami akan terus berinovasi untuk mengatasi persoalan sampah ini dan Alhamdulillah untuk saat ini kita sudah ada inovasinya yaitu dengan mengubah sampah menjadi co-firing batu bara,” tegas Maman.
Co-firing merupakan teknologi substitusi batu bara dengan bahan bakar biomassa yang bersumber dari tanaman energi, limbah pertanian, perkebunan, pertukangan, hingga sampah domestik. Dari inovasi ini, Cilegon telah mampu memproduksi Bahan Bakar Jumputan Padat (BBJP) sebanyak 5 hingga 10 ton per hari.
“Teknologi BPJP co-firing ini menjadi alternatif transisi energi menuju net zero emission dengan mengolah sampah menjadi bahan bakar jumputan padat sebagai pengganti sebagian batu bara dan untuk hasil co-firing ini kita kirimkan ke Indonesia Power,” jelasnya.
Belajar dari Perbedaan SRF vs. RDF
Sementara,Kepala Biro SDA Eni Lestari mengungkapkan dari sisi Jawa Tengah, saat ini pengelolaan sampah di provinsinya masih banyak menggunakan sistem Refuse Derived Fuel (RDF), yang hasilnya digunakan sebagai pendamping batu bara khusus untuk pabrik semen.
“Sedangkan Cilegon sudah menggunakan sistem Solid Recovered Fuel (SRF) yang bisa dimanfaatkan untuk PLTU,” ungkap Eni, menyoroti perbedaan krusial yang menjadi alasan utama kunjungan mereka.
Eni menjelaskan, penggunaan SRF untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menuntut penyesuaian teknis yang sangat ketat agar tidak mengganggu kinerja boiler. Oleh karena itu, proses pemilahan dan pengolahan sampah harus dilakukan dengan selektif dan presisi tinggi.
“Kami ingin mempelajari proses pengelolaannya secara detail karena karakter antara SRF dan RDF berbeda. SRF harus diperhatikan dari segi komposisi dan kualitas supaya tidak mengganggu proses pembakaran di boiler,” terangnya.
Eni berharap kunjungannya ini menjadi bekal berharga untuk mengembangkan sistem pengelolaan sampah yang lebih efisien dan ramah lingkungan di Jawa Tengah.Dia mengatakan jika hasilnya positif, bukan tidak mungkin akan kami terapkan di Jawa Tengah.
Kisah Kota Cilegon membuktikan, dengan inovasi dan kemauan politik yang kuat, masalah sampah yang semula dianggap beban, kini bisa menjelma menjadi solusi energi sekaligus inspirasi nyata bagi kemajuan daerah-daerah lain di Indonesia. Sebuah langkah maju dalam mewujudkan kemandirian energi dan lingkungan yang lebih lestari.(PSR)