SEBARINDO.COM – Tiga individu baru badak jawa (Rhinoceros sondaicus) kembali teridentifikasi di kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK). Temuan ini didasarkan pada hasil pantauan kamera jebak dan jejak tapak yang dianalisis oleh tim Monitoring Badak Jawa (MBJ) dan Ujung Kulon Patrol (UKP).

Individu pertama terdeteksi melalui kamera jebak pada (30/3/25), di bagian selatan Semenanjung Ujung Kulon. Rekaman menunjukkan seekor induk bersama anak betina yang posturnya nyaris setara sang induk. Berdasarkan analisis, usia anak badak tersebut diperkirakan lebih dari dua tahun.

Selang beberapa hari, pada (3/4/25), tim MBJ kembali menemukan individu kedua. Hasil rekaman memperlihatkan seekor badak jantan remaja, juga di lokasi yang sama. Umurnya diperkirakan di atas tiga tahun, dengan ciri khas telah disapih dan mulai tumbuh cula. Identitas individu ini masih dalam tahap verifikasi.

Sementara itu, pada (20/4/25), tim UKP mobile Balai TNUK menemukan jejak baru anak badak jawa di salah satu blok konsentrasi tinggi di selatan semenanjung. Ukuran tapak berkisar 19–20 sentimeter, yang mengindikasikan usia anak badak sekitar empat hingga enam bulan.
Data tersebut dibandingkan dengan rekaman anak badak dari tahun sebelumnya di wilayah yang sama. Ukuran tapak yang ditemukan saat itu sudah melebihi 20 sentimeter. Maka dari itu, temuan tapak baru ini diyakini berasal dari individu yang benar-benar baru pada tahun 2025.
Baca Juga : Tim Gabungan Polda Banten dan TN Ujung Kulon Tangkap 5 Pemburu Burung Dilindungi
Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Satyawan Pudyatmoko, menyebut penemuan ini sebagai buah dari keberhasilan program Fully Protected Area System, yang menjadikan Semenanjung Ujung Kulon tertutup bagi aktivitas manusia, kecuali untuk perlindungan dan pemantauan.
“Temuan baru tapak anak Badak Jawa di TNUK ini merupakan salah satu contoh keberhasilan program perlindungan badak jawa,” ujar Satyawan.
Metode pemasangan kamera jebak yang digunakan juga mengalami pengembangan. Dengan pendekatan spatially explicit model, kamera dipasang secara sistematis dalam 35 kluster, masing-masing dilengkapi empat kamera. Model ini meningkatkan peluang penangkapan citra satwa secara lebih optimal.
Keberhasilan ini, menurut Satyawan, tidak lepas dari kolaborasi erat antara Balai TNUK, Ditjen KSDAE, para mitra konservasi, serta dukungan masyarakat sekitar.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Raja Antoni, turut menyambut positif temuan tersebut.
“Kami berharap keberadaan individu baru ini semakin memperkuat populasi badak jawa di TNUK. Kita akan terus memantau dan memastikan perlindungan maksimal bagi mereka,” kata Raja Antoni.
Badak jawa merupakan salah satu spesies paling langka di dunia. Satwa ini masuk dalam daftar satwa liar dilindungi menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018. Di tingkat global, IUCN mengkategorikannya dalam status Critically Endangered, sedangkan CITES menempatkannya pada Appendix I.(SA/rls)