SEBARINDO.COM – Proses seleksi anggota Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Cilegon menuai protes dari masyarakat. Sejumlah calon peserta seleksi mengkritisi hasil akhir yang dinilai tidak transparan dan tidak adil, khususnya terkait bobot penilaian antara tes tertulis berbasis komputer (CAT) dan wawancara.
Ketua LSM Republik, Fatoni, mengungkapkan kekecewaannya terhadap hasil seleksi tersebut. Menurutnya, nilai CAT yang diperoleh peserta seharusnya memiliki bobot yang signifikan dalam menentukan kelulusan.
“Dedi Irawan, yang nilai CAT-nya lebih tinggi, malah tidak lolos setelah wawancara. Tapi kenyataannya, yang nilai CAT-nya lebih rendah justru yang lolos,” ungkap Fatoni.
Ia menambahkan, situasi ini menimbulkan kesan bahwa penilaian wawancara sangat subjektif dan tidak transparan.
“Kalau begitu, penilaian wawancara seperti hanya berdasarkan suka atau tidak suka. Nilai CAT yang lebih tinggi malah tidak lolos, sedangkan yang nilainya lebih rendah justru berhasil,” tegasnya.
Keluhan serupa juga disampaikan peserta seleksi CAT . Mereka mempertanyakan mengapa nilai CAT yang seharusnya menjadi indikator utama justru seolah-olah tidak diperhitungkan setelah wawancara.
“Setelah wawancara, yang nilainya lebih besar malah tidak lolos. Seakan-akan nilai CAT gugur dengan sendirinya,” keluh salah satu peserta yang tidak mau disebutkan namanya.
Diharapkan salah satu peserta, KPU dapat meningkatkan transparansi dan keadilan dalam proses seleksi di masa mendatang, guna memastikan integritas dan kredibilitas penyelenggaraan pemilu tetap terjaga
Menanggapi protes tersebut, Ketua KPU Kota Cilegon, Faturohman, memberikan penjelasan terkait mekanisme seleksi.
“Nilai CAT digunakan untuk menentukan 15 besar peserta yang berhak maju ke tahap berikutnya. Dari 15 orang ini, semuanya berpeluang untuk lanjut ke tahap wawancara. Hasil wawancara kemudian digunakan untuk menentukan 10 besar yang akan menjadi anggota PPK,” jelas Faturohman. (MTA)