SEBARINDO.COM-Wakil Gubernur Banten, A Dimyati Natakusumah, melontarkan kritik kepada aparatur desa di wilayahnya. Ia meminta para pemimpin tingkat bawah itu untuk lebih proaktif dalam mendata dan memperhatikan kondisi warga yang hidup dalam keterbatasan ekonomi, kaum dhuafa, serta penyandang disabilitas.
Permintaan tegas ini disampaikan Dimyati saat menyambangi Muhammad Soleman (55), seorang penyandang disabilitas yang hidup sebatang kara di sebuah rumah tak layak huni di Kampung Rocek, Desa Rocek, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang, Senin (24/3/2025).
Kedatangan Wagub Banten itu sekaligus untuk memberikan bantuan perbaikan rumah bagi Soleman.
Dengan nada prihatin, Dimyati menekankan bahwa seharusnya tidak ada lagi warga miskin yang luput dari perhatian pemerintah desa. Menurutnya, memastikan kesejahteraan seluruh warga adalah tugas fundamental seorang pemimpin.
“Kalau ada warga yang susah, tolong diperhatikan. Dibantu, kalau memang desa tidak mampu, segera laporkan ke saya,” ujar Dimyati dengan nada serius.
Lebih lanjut, Dimyati mengingatkan bahwa amanah seorang pemimpin memiliki konsekuensi yang besar, bukan hanya di dunia, tetapi juga di akhirat. Ia menyayangkan jika aparat desa cenderung pasif dan membiarkan warganya hidup dalam kesulitan.
“Membantu masyarakat yang tidak mampu itu kewajiban seorang pemimpin. Jangan hanya berdiam diri, karena pemimpinlah yang akan menanggung dosanya. Oleh karena itu, saya terus berkeliling mencari warga yang membutuhkan uluran tangan,” tegasnya.
Sementara itu, Muhammad Soleman tak kuasa menahan haru atas perhatian yang diberikan Wagub Banten. “Terima kasih yang sebesar-besarnya kepada bapak Wagub Banten atas perhatian yang luar biasa ini. Bantuan ini sangat berarti dan memberikan banyak manfaat bagi saya,” ucapnya dengan mata berkaca-kaca.
Soleman menceritakan, kehidupannya berubah drastis sejak mengalami kecelakaan 30 tahun lalu yang membuatnya lumpuh. Dahulu seorang pedagang yang aktif, kini ia hanya bisa menghabiskan hari-harinya di rumah sederhana. Takdir kembali mengujinya ketika sang istri meninggalkannya, disusul kepergian sang anak.
“Sejak saat itu saya tinggal sendiri. Segala sesuatunya saya lakukan sendiri dengan segala keterbatasan,” tuturnya dengan suara lirih.
Untuk bertahan hidup, Soleman hanya mengandalkan hasil penjualan golok rakitan yang tidak menentu. Jangankan untuk memperbaiki rumahnya yang lapuk, penghasilannya pun hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kisah pilu Soleman ini menjadi tamparan keras bagi para pemangku kebijakan di tingkat desa untuk lebih peka terhadap kondisi warganya yang rentan.(PSA)