SEBARINDO.COM – Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Cilegon akhirnya memfasilitasi mediasi antara dua pihak yang bersengketa terkait selisih luas tanah di Lingkungan Curug, Kelurahan Bagendung, Kecamatan Cilegon. Pertemuan itu dipimpin langsung oleh Kepala Seksi Survei dan Pemetaan BPN Cilegon, Rukhi, dan menghadirkan kedua belah pihak: Ruswiati selaku pemohon, dan Asari selaku pemilik bidang tanah yang berbatasan, Selasa, (22/4/25).
Dalam pertemuan yang berlangsung intens itu, masing-masing pihak menyampaikan argumen serta bukti-bukti yang mereka miliki. Ruswiati, yang sebelumnya merasa kehilangan 104 meter persegi dari total 276 meter tanah yang dibelinya, mempertanyakan mengapa sertifikat yang diterbitkan pada 2023 hanya mencantumkan 172 meter persegi.
Baca Juga : Sengketa Data Tanah di Cilegon, BPN Klaim Sudah Panggil Pemilik Sertifikat
“Kenapa dari 276 meter persegi menjadi 172 meter? Ini ada yang berubah. Pada waktu pengukuran pun saya ada di situ,” ujar Ruswiati.
Sementara itu, pihak Asari menyatakan bahwa sejak awal dirinya mengetahui bahwa luas tanah yang relevan hanya 172 meter persegi, dan telah membayar pajak serta menyelesaikan proses administrasi sesuai data tersebut. “Saya dari dulu tahu tanah itu 172 meter, sudah bayar PPN, dan semuanya sesuai dokumen,” ucap Asari.
Dalam mediasi tersebut, BPN menjelaskan bahwa penerbitan sertifikat Ruswiati dan Asari sudah sesuai prosedur, permasalahannya muncul ketika Ruswiati memasang patok batas di lapangan belum sesuai dengan batas sertifikat yang dimiliki. Rukhi menegaskan bahwa sebagian bidang yang diklaim Ruswiati ternyata sudah masuk ke dalam sertifikat milik Asari berdasarkan hasil pengukuran ulang yang dilakukan tim teknis BPN.
Baca Juga : Sertifikat Tanah Menyusut, Warga Curug Curiga Ada Mafia Tanah
“Kami ingin semua pihak duduk bersama untuk mengklarifikasi batas mana yang sebenarnya dimaksud. Karena sebagian bidang tanah itu sudah masuk ke sertifikat Asari, kami panggil keduanya,” kata Rukhi.
Suasana mediasi sempat memanas ketika kedua pihak mempertahankan klaim masing-masing. Namun BPN tetap berupaya mendorong tercapainya kesepahaman. Salah satu solusi yang disarankan adalah melihat kembali kronologi penguasaan tanah dari tahun 2002 hingga 2023, termasuk memeriksa pondasi fisik dan struktur bangunan yang telah ada.
“Saat pembelian, sudah ditunjukkan batas-batasnya. Kalau ada bagian tanah yang masuk ke sertifikat orang lain, itu yang ingin kami luruskan,” ungkap Ruswiati.
Mediasi belum menghasilkan keputusan final, namun BPN tetap membuka ruang dialog lanjutan sambil menyiapkan langkah administratif yang diperlukan. Dalam waktu dekat, BPN akan melakukan verifikasi lanjutan terhadap data lapangan serta dokumen yang telah diajukan oleh kedua belah pihak.
“Kalau bisa diselesaikan secara musyawarah, itu yang terbaik. Tapi kalau tidak, kami sarankan untuk melalui proses hukum sesuai aturan yang berlaku,” pungkas Rukhi. (SA)